Lantai 2 Pasar Santa |
Saat kami tiba tempat itu sudah penuh, bahkan, banyak
pengendara mobil yang memarkir kendaraannya di luar gedung. Namun tidak
dengan Saya, motor Saya berhasil mendapat tempat di bagian belakang,
berhadapan dengan kios bunga dan kios bingkai yang sedang tidak
beroperasi.
"ya namanya juga pasar santa Rin, ya kayak pasar" ucap saya menyela.
"Aku pikir kayak di Blok S" khayal Rini. Matanya memantau
bangunan bertingkat tiga itu. Warnanya hijau muda dengan sedikit warna
orange pada beberapa bagian. Pada salah satu ruas jalannya, terdapat
anak tangga menuju ke dalam.
"kalo gini, Aku keren sendirian nih" lanjutnya percaya diri
dengan setelan sweater biru dipadu celana jins robek-robek dan hijab
bewarna kuning keputihan.
"ye awas loh ya, kalo ada yang lebih keren dari kamu" ancam
Saya sambil tersenyum. Wajah Rini cemberut, kesal dengan bangunan yang
tidak sesuai dengan pikirannya.
Dari pelataran parkir, saya dan Rini masuk melalui tangga
belakang. Kios-kios dilantai ini masih tampak seperti pasar kebanyakan.
Namun, saat naik satu tingkat melalui tangga bercabang tiga, kios-kios
bewarna cerah mulai mendominasi. Wajah Rini sumringah tersenyum.
Matanya berbinar ceria. Ia senang sekaligus malu.apa yang dikira
sebelumnya tidak sepenuhnya benar.
"kamu gak bilang, kalo dalemnya kayak gini" ucap Rini tidak menyangka. Saya hanya tersenyum, membalas perkataannya.
Kami menyusuri lorong demi lorong lantai 2 pasar santa
ketika itu. Pada bagian sisinya, kios-kios bewarna segar menarik mata
kami. Desainnya unik dan beragam. Banyak diantara kios itu yang menjual
aneka makanan dan minuman. Namun, ada juga kios yang menjual piringan
hitam dan pakaian. Satu diantara yang paling menarik Rini adalah kios
septong kue. Kios ini memilik desain seperti jendela dengan warna merah
jambu yang lembut.
Kios Sepotong Kue |
Kios-kios di sini berukuran kecil. Hanya cukup untuk
menaruh barang dagangan dan menampung maksimal sekitar 4 sampai 6
pembeli. Ada juga yang agak besar. Namun, pemilik kios harus menggunakan
dua kios lalu membobol batas temboknya agar menyatu dan lebih luas.
Kami terus menelusuri blok demi blok hingga sampai di area
terbuka. Di tempat ini, meja dan kursi tersusun saling berhadapan dan
diapit oleh beberapa kios. Pada salah satu bagian tengahnya, kios yang
berhadapan dengan tangga lainnya terlihat paling menonjol. Di depan kios
itu, orang-orang rela antri mengular demi black dog yang mereka jual.
Rini penasaran dengan makanan yang pernah dilihatnya pada salah satu
stasiun televisi nasional waktu itu. Namun niat untuk membeli black dog
urung dilaksanakan. Antrian panjang dan saran yang Saya berikan menjadi
pertimbangan. Saya katakan padanya "rasa black dog itu biasa aja cuma
itemnya aja yang beda," lagipula Saya malas antri, masih banyak makanan
lainnya yang bisa dicoba.
Kios yang menjual Black Dog paling ramai dikunjungi |
Perjalanan terus dilanjutkan. Kami menyusuri tiap lorong
dan sudut lantai itu. Pada salah satu sudut dekat toilet dan berhadapan
dengan kios pakaian wanita, pria berkulit putih dan berambut coklat
berdiri di dalam kiosnya yang bewarna biru. Wajahnya tampak lesu,
matanya terus melihat orang-orang yang hilir mudik di depannya.
Berharap, satu diantara mereka membeli burger dan hidangan meksiko yang
dijualnya.
Pikiran Saya memutar melihatnya. Kios dan dagangan yang
dijualnya tidak menarik. Meski ia bule, bukan berarti kiosnya akan
ramai. Apalagi posisinya berada di pojokan, ia harus merubah konsep kios
dan dagangannya agar lebih ramai dengan pembeli.
Setelah beberapa menit, Rini belum juga memutuskan makanan
yang ingin dicicipinya. Perut Saya sudah gelisah dan lapar. Padahal
sudah banyak kios yang Saya tawarkan untuk berhenti. "tempatnya gak ada
lebih enak lagi?" katanya, saat saya menawarkan kios yang menjual
burito. Sebelumnya ia juga menolak kios yang menjual lontong medan di
salah satu lorong.
"kamu mau makan apa sih rin" ucap saya kesal padanya.
"kalo aku sih terserah kamu aja, kalo kamu duduk aku ikut" balasnya.
"lah tadi, pas aku mau makan burito, kamu gak mau"
"siapa yang gak mau" Rini beralasan.
Saya menoleh ke arahnya "lah kan tadi kamu bilang,
tempatnya gak ada yang lebih enak lagi nih? Muka kamu juga juga males
gitu" nada Saya kesal bercampur lapar. Rini hanya terdiam. Kami terus
jalan memutari tiap lorong.
"ya udah makan ini aja nih" kata Saya. Melirik kios yang menjual nasi goreng jawa dan cabe hijau sebagai menu pilihannya.
****
Di sudut lainnya, musik lawas berimara keroncong mengalun dari sebuah radio disalah satu kios. Bentuk radio itu bergaya klasik. Mungkin sekitar tahun 50-an. Ditempatkan diatas lemari pendingin yang berfungsi sebagai tempat jamu. Di sebelahnya, terpajang logo yang menggunakan foto Nyonya Meneer sebagai andalan. Sedangkan di bawahnya logo ayam jago menempel menjadi pernghias.
Rini mencicipi Ketan |
Saya selalu senang dan bangga jika melihat seseorang menggunakan makanan nusantara sebagai barang jualannya. Terlebih, jika olahan nusantara dipadu dengan gaya kekinian. Hal tersebut yang dianut oleh kios Ketan Pasar. Meski dikepung oleh berbagai makanan alkuturasi dari luar, ketan pasar tetap menjadi pilihan yang memikat. Buktinya, Rini begitu semangat ingin mencicip. Katanya "Aku kan Indonesia banget"
Selagi membicarakan cita rasa ketan dan pengelolaan Pasar Santa. Pria berkacata mata lainnya yang bertubuh tambun ikut nimbrung, tertarik dengan topik pembicaraan kami. Ia bercerita mengenai harga sewa yang naik.
"dulu sebelum ramai kayak sekarang sewa cuma 3 juta per tahun, sekarang jadi 7 juta per tahun, nanti mau naik lagi jadi 12 juta per tahun" ungkapnya.
Saya sedih mendegar penjelasannya. Bagaiman nasib pedagang yang sebelumnya. Apakah mereka mampu?
Pria tambun itu melanjutkan, katanya, pengelolaan di Pasar Santa bukan dipegang oleh PD Pasar Jaya seperti yang tertera pada plang di depan pasar. Ada developer yang memegang peran dalam mengurusi sewa menyewa kios di Pasar Santa. Mendengar itu hati Saya mengucap, "kok bisa?, jadi selama ini bagaimana pengurusan yang sebenarnya?"
"Mending", Pria Tambun itu menyarankan, "Kalau mas mau buka usaha, di Pasar Blok S aja. Di sana katanya mau dibuka seperti di sini. Nanti Saya siap bantu" katanya iklas.
Menu di Kios Ketan Pasar |
Wuih.. tempat ini lagi jadi buah bibir nih.. Tapi saya belum kesana :D
BalasHapusAyok ke sana lah, icip2 makanan dan minumannya, kali aja bisa jd buah tangan buat orang tersayang :)
HapusAku merasa gagal sebagai warga ibu kota coz ngak perna ke pasar santa. Eh sering sech kalo malam makan sate ajo ramon :-0
BalasHapusWah itu sih sate padang yang udah jadi legenda tuh Om cumi :D, aha gagal nih ye hahaa
Hapus