Jalan Bareng Riky

Follow Me
Tampilkan postingan dengan label padang cidaon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label padang cidaon. Tampilkan semua postingan

Jul menatap mentari yang tenggelam
Bagian pertama ada di sini: Merajut Cerita Pulau Peucang Bagian 1

Langkah Saya berjalan menyusuri pantai. Pandangan luas begitu tentram dan damai. Sunyi dan tenang. Walau saat itu ramai dengan pejalan namun alamnya terjaga dengan baik. Membuat pulau ini begitu terharmonisasi dengan alam yang utuh. Saya ingat perkaatan Pak Edi tentang jumlah wisatawan yang dibatasi. "Wisatawan cuma boleh 1500, itu juga sudah penuh banget", katanya.

Pasir pantainya bersih dan putih. Sangat lembut memanjakan kaki Saya. Hamparan pasir ini memanjang dengan konturnya yang landai. Pepohonan hijau dan lebat  menjadi latar belakang pantai. Pada bagian depan , daratan Ujung Kulon menjadi panorama yang memikat. "jika dilihat dari peta, mungkin itu adalah daratan ujung Jawa bagian barat", pikir Saya saat itu.

Ombak bergerak tertiup angin. Wajah-wajah gembira berhamburan. Alam berinteraksi dengan manusia lewat caranya. Begitu juga dengan Saya. Tubuh Saya seakan terhipnotis dengan kolaborasi air laut yang bewarna biru muda dan biru tua. Saya serenang ke sana kemari. Kadang menyelam, kadang dipermukaan.  Saya seperti bocah yang kegirangan saat itu.

Jul menikmati pasir yang putih dan bersih Pulau Peucang
"ayok makan dulu" teriak pak Edi memanggil. Makanan beserta lauk pauk sudah tersaji di bawah pohon dekat dermaga. Akomodasi pengisi perut itu di kawal ketat. Anak buah kapal dan para pemandu menjadi penjaganya. Ada yang memegang bambu ada pula yang mengunakan batang pohon. Mata mereka siaga dengan gerombolan monyet yang mengintai. Sebaliknya, para monyet bersikap waspada, gerak-geriknya terus memantau melihat celah untuk mengambil kesempatan. "dasar monyet", keluh Andi. Potongan ayamnya berhasil dicuri kera dan di bawa lari ke atas pohon.

Babi-babi juga ikut meramaikan makan siang saat itu. Mereka menunggu, berharap diberi panganan oleh para pejalan. Kadang mereka mendekat namun geraknya dihentikan oleh awak kapal. "babinya jangan dikasih makan, nanti kebiasaan", teriak salah satu pemandu.