Tampilkan postingan dengan label pasar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pasar. Tampilkan semua postingan
Lantai 2 Pasar Santa |
Saat kami tiba tempat itu sudah penuh, bahkan, banyak
pengendara mobil yang memarkir kendaraannya di luar gedung. Namun tidak
dengan Saya, motor Saya berhasil mendapat tempat di bagian belakang,
berhadapan dengan kios bunga dan kios bingkai yang sedang tidak
beroperasi.
"ya namanya juga pasar santa Rin, ya kayak pasar" ucap saya menyela.
"Aku pikir kayak di Blok S" khayal Rini. Matanya memantau
bangunan bertingkat tiga itu. Warnanya hijau muda dengan sedikit warna
orange pada beberapa bagian. Pada salah satu ruas jalannya, terdapat
anak tangga menuju ke dalam.
"kalo gini, Aku keren sendirian nih" lanjutnya percaya diri
dengan setelan sweater biru dipadu celana jins robek-robek dan hijab
bewarna kuning keputihan.
"ye awas loh ya, kalo ada yang lebih keren dari kamu" ancam
Saya sambil tersenyum. Wajah Rini cemberut, kesal dengan bangunan yang
tidak sesuai dengan pikirannya.
Dari pelataran parkir, saya dan Rini masuk melalui tangga
belakang. Kios-kios dilantai ini masih tampak seperti pasar kebanyakan.
Namun, saat naik satu tingkat melalui tangga bercabang tiga, kios-kios
bewarna cerah mulai mendominasi. Wajah Rini sumringah tersenyum.
Matanya berbinar ceria. Ia senang sekaligus malu.apa yang dikira
sebelumnya tidak sepenuhnya benar.
"kamu gak bilang, kalo dalemnya kayak gini" ucap Rini tidak menyangka. Saya hanya tersenyum, membalas perkataannya.
Saya, Andi, Om Ance dan Ibo di tepi Danau Linow |
Di depan Saya, lelaki itu berjalan pelan menatap ragu. Wajah dan matanya masih sayu. Rambut dan pakaianannya berantakan sisa tidur semalam. Sepertinya ia kurang tidur, pikir Saya saat itu. Umurnya sekitar 30-an. Jemarinya sesekali bermain di layar ponsel selular
"Ridel?"
Ia mengangguk. "Saya Riky," sambil menjabat tangannya.
Ketika kami sudah bersiap, lelaki muda datang dengan mobil sejenis avanza. Ia keluar dengan cepat lalu menghampiri Ridel. Mereka terlibat obrolan serius. Entah apa yang mereka bicarakan. Dari trotoar tempat Saya berdiri, suara mereka tidak terlalu terdengar. Padahal jarak kami tidak terlalu jauh. Hanya beberapa meter Saja.
Obrolan mereka terlihat segera berakhir, benar saja. Pemuda itu menghampiri dan membawa tas Saya lalu memasukkannya ke dalam mobil bagian belakang. Saya ikut masuk tanpa bertanya dan memilih duduk di kursi depan bagian kiri. Begitu juga dengan Andi dan Ibo. Mereka duduk di kursi tengah seperti biasa.
Kejadian di depan hotel masih menempel dalam pikiran Saya. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Ridel tidak ikut dengan kami? Rasa itu klimaks menjadi sebuah pertanyaan bagi si pemuda sekaligus juru mudi kami. "gak apa-apa, tadi ada kesalahan aja." jawaban itu tidak membuat Saya puas. Saya bertanya lagi mengenai Ridel. "Saya Ridel." jawabnya. Ia mengeluarkan KTP sebagai tanda bukti. Ucapannya tidak bohong. Nama Ridel dan foto yang menempel, serupa dengannya. Sedangkan pria tadi adalah pemandu pengganti bila Ridel tidak datang.
Ridel bertubuh tegap dan memiliki potongan rambut yang tipis di sisinya. Tingginya melebihi Saya, mungkin sekitar 170 cm. Ia mengawali cerita dengan bermalam di Batu Putih. Tamu bulenya memaksa dia untuk tidur sebelum melanjutkan perjalanan. Lagi pula, hari sudah sangat gelap saat itu.
Cerita Sebelumnya Bagian 1
"Ayok mang ke sebelah," ajak Saya pada Umang. Saya sudah tidak sabar ingin melihat Jakarta Gems Center (JGC) dari dalam. Kata orang-orang, dulu nama tempat menjual batu akik ini adalah Pasar Rawa Bening. Umang juga membenarkan perkataan Saya. Kata dia keadaan di daerah ini tidak seperti sekarang. Masih sepi dengan penjual. Itu 10 tahun yang lalu. "kalo sekarang, udah rame. penjualnya kadang sampe ke tepi jalan," tambahnya.
Saya masuk ke dalam gedung JGC dari pintu samping. Hal yang pertama Saya rasakan saat itu sejuk. Maklum lah, di dalam ruangan ini sudah diberi pendingin udara, beda dengan bangunan yang sebelumnya Saya masuki.
Keadaan di dalam JCG lebih ramai. Kios-kios berderet memenuhi setiap sudut ruangan lantai dasarnya. Pada isi dalam etalese kios tersebut memajang barang jualan yang sama. Yaitu batu akik. Semenetara itu, pada bagian tengah. Meja meneyrupai bentuk meja bundar sudah mengambil posisi. Di atasnya mengampar batu akik berbagai macam jenis. Orang-orang berkumpul di sana. Melihat-lihat batu, siapa tahu ada batu yang menjalin takdir dengannya.
Kunjugan Saya pada lantai dasar JGC tidak berlangsung sama, Umang mengajak Saya ke lantai 1. Dari lantai itu, Saya menuju Tasbih Scientific Gemological Laboratory Centre. Laboratory ini berguna untuk memberikan pelayanan bagi pecinta batu. Mereka para pecinta batu akik bisa mendapatkan informasi secara ilmiah batu akik yang dimiliknya. Selain itu mereka juga akan mendapatkan sertifikat yang terpercaya. Harga yang di tawarkan mulai dari Rp 150.000- Rp 350.000, untuk setiap sertifikat yang berbeda-beda. Hampir seperti itulah informasi dan penawaran yang Saya dapat dari brosur laborarium tersebut. Umang menambahkan bahwa jika menjadi member laboraturium tersebut akan mendapat diskon seperti yang dialaminya.